Selasa, 22 Oktober 2013

REMAJA MUSLIM SEJATI


Apa itu sejati? Kamu tahu kan? Hah? “Sejati sama dengan sekali jajal langsung mati?” Aduuuh… nggak banget deh! Sumpah! Kalo sekali jajal langsung mati, gimana ceritanya dong? Di film-film aja kalo jagoan meskipun berkali-kali jungkir-balik plus jatuh-bangun juga tetap bertahan dan akhirnya jadi pemenang. Emang sih ada film yang sad ending alias sedih di akhirnya. Tetapi umumnya untuk memanjakan penonton biasanya banyak film klimaksnya adalah jagoannya mesti menang, apapun caranya. Sekali lagi, yang penting menang. Titik.
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, ngomongin remaja muslim sejati, sebenarnya kita nggak mudah menentukan kriteria dan kemudian memilihnya. Kenapa? Sebab, kriteria kadang disusupi oleh keinginan si pembuat istilah. Kadang juga, malah pemilihannya sesuai selera yang memilih. Nah, supaya adil, kita serahkan aja kepada ajaran Islam (karena memang judulnya ada sebutan “remaja muslim”). Setuju nggak? Setuju aja ya daripada elo bonyok kagak karuan. Oppss…! (apa hubungannya?)
Oya, sebelumnya kita buka kamus ya untuk mencari tahu apa sih sejati itu. Yup, saya punya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), baik versi cetak maupun digital. Menurut KBBI, sejati itu artinya yang sebenarnya alias tulen, asli, murni, tidak ada campurannya. Maka, kalo dirangkai seperti dalam judul gaulislam edisi 313 ini, artinya adalah: remaja muslim yang asli, tulen nggak ada campuran apapun yang membuatnya nggak murni lagi. Paham ya?
Apa? Belum paham? Adduuuh. Kamu tahu bensin murni dan bensin campuran kan? Yup, kalo bensin murni berarti benar-benar bensin. Tetapi kalo bensin campur berarti oplosan. Bisa saja ditambah cairan lain, sehingga ‘jati diri’ si bensin itu nggak murni lagi. Semoga contoh ini bikin kamu paham ya, Bro en Sis!

Asli, palsu, murni dan oplosan
Kamu kecewa nggak kalo ternyata benda yang kamu beli itu palsu? Mereknya sih merek terkenal, tetapi pas udah diteliti nyatanya palsu. Wuih, rasanya hati kayak kena tinju telak bertubi-tubi. Malu, kesal, dan kecewa jadi satu diulek di hatimu. Hadeeeuhh.. apalagi bila barang itu dibeli dengan harga mahal. Bisa-bisa malu, kesal dan kecewamu nggak ilang sampe delapan turunan.
Nah, sekarang ngomongin jati diri kita sebagai muslim. Secara saklebetan alias sekilas orang mungkin akan menilai kita baik hanya dengan ngeliat kita tuh rajin shalatnya, jujur, sopan, santun, bahkan menghormati yang tua, rajin shadaqah pula dan pinter baca al-Quran lengkap dengan tahsin dan ‘lagunya’. Orang-orang berpikir, itulah remaja muslim idaman. Keren! Fantastis!
Tetapi sayangnya, ketika banyak orang pada suatu saat melihat kamu pacaran, bahkan hot banget dengan pacarmu. Aduh, rasa-rasanya sangat wajar kalo banyak orang kemudian menilai kamu tuh kepribadiannya oplosan, yakni level tertentu dari palsu. Kamu tuh cuma bagus casing-nya doang. Dalemannya (yakni pikiran dan perasaan—yang memang mempengaruhi perilaku) ternyata ada yang bad sector gara-gara kena virus pemikiran dari luar Islam. Cara pandangmu tentang kehidupan dan pelaksanaan syariat dalam kehidupan udah rusak digerus virus permisif (serba boleh), hedonisme (pemuja kenikmatan jasadi dan materi) serta mengamalkan liberalisme. Ibarat software, cara kerjanya udah nggak bener. Memang sih ada sebagian yang bener, tetapi sebagian lainnya salah. Waduh, bahaya!
Nah, itu kan yang oplosan, gimana dengan yang palsu? Begini contoh gampangnya. Kamu nih, ke semua orang ngaku-ngaku sebagai siswa sekolah A, dan untuk meyakinkan kamu pake tanda pengenal sekolah tersebut. Padahal, kamu tuh bukan siswa sekolah A, tetapi siswa sekolah B. Tentu saja kamu ngelakuin itu karena ada motif alias ada udang di balik bakwan. Misalnya supaya dianggap keren sama teman sekolah lain, karena kebetulan sekolah A itu memang sekolah unggulan hingga menjadi sekolah favorit banyak pelajar di kotamu. Modus kamu yang seperti itu bisa dikategorikan mengelabui. Status pelajarmu di sekolah A dinilai palsu alias gadungan.
Bagaimana dengan kepribadian remaja muslim? Nah, ngakunya sih remaja muslim, tetapi kok nggak shalat? Ngakunya aktivis dakwah, tetapi kok pacaran? Bilang ke semua orang bahwa Islam itu jalan hidup, eh ternyata kamu malah ngamalin keyakinan lain selain Islam. Banyak orang yang udah kamu yakinkan bahwa kamu cuma beriman kepada Allah Ta’ala dan percaya bahwa takdir dariNya adalah keputusan terbaik buatmu. Eh, suatu saat kamu ketahuan lagi tergila-gila meyakini ramalan zodiak, bahkan kamu mempercayai dukun untuk dapetin ilmu pelet demi cewek yang kamu sukai. Waduh! Itu semua ciri muslim gadungan. Waspadalah!
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Tentu saja kita ingin menjadi muslim sejati (tulen, murni). Nggak mau jadi muslim oplosan, apalagi jadi muslim gadungan (palsu). Jangan sampe deh. Itu sebabnya, kita harus menunjukkan identitas asli kita sebagai muslim sejati. Muslim yang akidahnya kokoh dan hanya beriman kepada Allah Ta’ala. Menaati perintahNya dan juga perintah Rasulullah Muhammad saw. Nggak pake nawar-nawar lagi. Sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat). Nggak akan berani bilang:sami’na wa pikir-pikirna (kami dengar dan kami pikir-pikir dulu deh). Yeee.. itu sih bukan ciri muslim sejati. Bisa jadi itu muslim oplosan dan bukan tak mungkin malah muslim gadungan alias palsu.

Tunjukkan identitasmu!
Sobat gaulislam, identitas itu perlu. Kamu punya kartu pelajar nggak? Pastinya punya dong, kecuali kalo kamu nggak terdaftar di sekolahmu. Iya kan? Nah, coba perhatikan deh. Orang akan percaya dengan identitas yang kita miliki. Saat kita daftar sekolah, mestinya dimintai Akta Kelahiran sebagai salah satu identitas yang menunjukkan diri kita sesungguhnya (walau pun hanya sekadar nama dan kita anak siapa). Kartu Keluarga juga diperlukan untuk verifikasi bahwa kamu memiliki orang tua/wali dan tercatat sebagai anggota keluarga tersebut sebagai bukti penunjang keaslian identitas dirimu.
Tuh, untuk urusan duniawi saja kudu tertib. Urusan yang teknis macam begitu, identitas diri itu diperlukan. Apalagi kalo urusannya dengan akhirat (perkara surga dan neraka)? Hmm.. tentunya (seharusnya) lebih ketat lagi. Coba deh. Urusannya bisa gawat kalo identitas kemuslimanmu nggak jelas. Dibilang muslim ya karena orang tuamu bilang bahwa kamu muslim dan memang tercatat di Kartu Keluarga pada kolom yang ke-7, yakni kolom agama, tertulis Islam. Tetapi kok kelakuannya jauh dari kriteria sebagai muslim? Shalat nggak, tetapi judi jalan terus. Menutup aurat nggak ketika keluar rumah, dan pacaran paling hot. Ckckck… ini masalah banget, sobat!
Selain yang model begitu, ada juga yang shalatnya rajin tapi maksiat juga lancar. Ini parah juga. Bukankah kamu udah sering baca doa iftitah? (yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk Allah, Tuhan alam semesta, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya”). Doa itu selalu kita ucapkan 5 kali dalam sehari. Namun sayangnya, kalo kita udah berikrar seperti itu, tetapi kelakuan kita di luar shalat justru jauh dari ajaran Islam, artinya kan menghina ajaran Islam. Betul nggak? Luntur sudah identitas kemusliman kita. Lama kelamaan, bukan tak mungkin bisa lenyap kalo kita malah ninggalin ajaran Islam. Naudzubillah!
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam. Ngomongin soal identitas ada hubungannya juga lho dengan idealisme. Apa itu idealisme? Menurut kamus sih, artinya hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Itu artinya pula, bahwa kita harus menunjukkan idealisme sebagai seorang muslim.
Benar, bukan hanya menunjukkan, tetapi kita juga kudu mempertahankan idealisme yang kita miliki. Nggak boleh luntur dan pudar. Ibarat batu karang di laut. Sekeras apapun terjangan gelombang, batu karang tetap tegar menantang. Tak gentar menghadapi berbagai godaan. Emang sih, ketika kita mencoba inisiatif bikin pengajian atau bersikap kritis terhadap kondisi lingkungan kita, selalu aja jadi sasaran empuk cemoohan. Baru aktif di masjid aja udah banyak mulut-mulut usil. Baru sehari pakai kerudung (apalagi jika lengkap dengan jilbabnya) ke sekolah, udah banyak yang kepo dan cenderung ngerecokin. Dibilangin “sok alim lah”, disebut “bau surga lah”. Prinsipnya, banyak halangan menuju idealis. Tetapi, jangan pesimis!.
Namun demikian, nggak usah bingung bin stres. Kondisi ini nggak akan berlangsung lama. Mereka bakal pegel sendiri. Kuat-kuatan aja. Apalagi kita ada di jalan yang bener. Kita kudu bangga punya idealisme Islam. Bener, kudu bangga banget, kawan. Sebab kita berjuang untuk Islam. Inilah idealisme yang emang sulit dikalahkan. Firman Allah Swt.:“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.(QS Fushilat [41]: 30)
Well, meski demikian idealisme nggak muncul secara otomatis dalam diri kita. Namun butuh proses. Butuh upaya untuk membentuknya. Itu sebabnya, diperlukan kekritisan dalam bersikap, mampu menangkap realitas kehidupan yang ada, menyikapinya dan memberikan solusi. Ghirah (semangat) Islam kita pun perlu ditumbuhkan. Selain itu, akrab dengan pemikiran-pemikiran Islam melalui berbagai kajian, dan mampu menerjemahkannya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan. So, mempertahankan idealisme dan menunjukkan identitas kemusliman itu bukan impian, tapi sebuah kenyataan yang bisa diwujudkan. Ayo, jadilah remaja muslim sejati! Buktikan dengan kemurnian identitas kemuslimanmu, Bro en Sis! 

Sabtu, 12 Oktober 2013

Belajar gk susah kok

Problem anak sekolah nggak jauh dari urusan belajar. Umumnya anak sekolah pada merinding kalau mendengar kosakata belajar. Lho? Bukannya belajar adalah tugasnya? Nggak juga anak sekarang mah. Bayangan yang ada di benak adalah buku-buku pelajaran tebal, rumus yang sulit, duduk manis di depan meja dan berbagai pikiran negatif lainnya. Belum lagi ancaman dan suara ortu yang menggelegar menyuruh kamu untuk belajar. Wuih, ini adegan belajar apa uji nyali sih? Pantes aja banyak yang pada bĂȘte kalau disuruh belajar. Masuk kamar bukannya buka buku malah buka fesbuk. Bukannya nulis PR malah nulis sms dan memperbarui status di FB. Bukannya menghafal rumus tapi malah ngapal lagu yang tertanam di memori ponsel. Walah, kapan pinternya?
Bro en Sis, kalau bukan dari kesadaran diri kamu sendiri memang belajar tuh berat terasa. Bukannya jadi pinter tapi malah menjadi beban tersendiri. Kalau tak segera dicari solusinya, bukan tak mungkin kamu malah jadi stres dan anti sama aktivitas belajar. Nah, biar kondisi ini tak berlarut-larut mending kamu baca tulisan ini sampai tuntas biar ada perubahan dalam diri kamu, at least dalam menyikapi belajar agar tak menjadi sesuatu yang menakutkan buatmu. Sip!

Benahi niat dulu
‘Belajar yang rajin biar pinter trus jadi dokter.’; ‘Belajar yang bener biar nilaimu bagus, gampang dapat kerjaan dan dapat gaji jutaan.’; ‘Belajar yang giat biar dapat ranking satu di kelas.’
Nah, ada nggak di antara kamu yang nggak didogma dengan kalimat-kalimat di atas? Pasti hampir semua pernah atau bahkan sering. Jadilah, niat belajar si anak diarahkan hanya sebatas pencapaian tujuan-tujuan duniawi semata. Tak heran bila tujuan duniawi itu tak tercapai, maka ortu akan marah dan kecewa karena menganggap cara belajar si anak tak mencapai hasil sesuai yang diharapkan.
Bagi si anak, dia akan menterjemahkan kalimat dogma di atas dengan caranya sendiri. Akhirnya, menghalalkan segala cara menjadi kebiasaan. Mencontek saat ujian, misalnya. Ketika ditanya dengan entengnya dia menjawab bahwa mencontek itu adalah sarana membahagiakan ortu yang selalu menginginkan anaknya dapat nilai bagus tanpa peduli caranya halal atau haram. Niatnya bener tapi caranya salah. Maka tujuan yang bener tidak bisa dicapai dengan cara yang salah, misalnya mencontek.
Inilah yang nantinya menjadi cikal-bakal para koruptor di negeri ini. Oleh karena itu, ayo luruskan niatmu belajar mulai sekarang. Allah Swt. berfirman tentang keutamaan orang yang beriman dan berilmu: niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS al-Mujaadilah [58]: 11)
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, cukup ayat ini saja sebagai motivasi kita dalam belajar dan menuntut ilmu. Bila pun ada manfaat duniawi semisal nilai bagus, dapat pekerjaan enak dan gaji banyak maka itu adalah efek samping dan bukan menjadi tujuan utama dan terakhir.
Niatkan belajar untuk menjadi pintar karena Allah semata. Niat ini nanti berimbas pada tujuan kamu berikutnya. Belajar juga tidak melulu menghadap buku yang tebalnya sampai bisa bikin bantal. Belajar adalah saat kita mendapatkan sesuatu yang baru dari sebuah proses sehingga menjadikan kita sosok manusia yang lebih baik dan bijak.
Boys and gals, jangan jadi remaja kuper (kurang pergaulan) yang bisanya cuma mengutip dari buku tanpa peduli realitas kehidupan sebenarnya. Belajar dari kehidupan dan tentang kehidupan ini jauh lebih asik dan bikin cerdas daripada berkutat dengan buku saja. Tapi itu bukan berarti belajar dari buku jadi nggak penting loh. Intinya, jadikan momen belajar menjadi hal yang menyenangkan baik itu dari buku ataupun dari nonbuku. Siap ya?

Tujuan belajar seorang muslim
Kehidupan seorang muslim tak jauh dari mengharap ridho Allah Swt. Begitu juga dengan tujuan belajar,  tak jauh dari tujuan besar ini. Bila ridho Allah yang menjadi tujuan, maka tak ada ceritanya seorang muslim akan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Akhir-akhir ini banyak pihak yang menjanjikan gelar sarjana mulai S1, S2 bahkan S3 dengan cara yang tak terpuji. Dengan hanya membayar sekian juta rupiah tanpa perlu ujian dan masuk kuliah, seseorang bisa mendapatkan ijazah. Inilah efek dari kalimat-kalimat dogma di atas yang melupakan bahwa belajar ini juga dalam rangka meraih ridho Allah, bukan hanya materi semata. Belajar akhirnya menjadi sesuatu yang dibisniskan, tidak lagi mempunyai nilai ruhiyah yang ada hubungannya dengan kehidupan sesudah mati. Padahal setiap amalan kita di dunia selalu ada pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Ijazah bukan segalanya. Banyak orang mempunyai ijazah sekolah sampai deretan gelar yang dipunyai, tapi kontribusinya terhadap masyarakat kosong. Bisa-bisa orang seperti ini adalah ulat yang menggerogoti daun alias penyakit di dalam masyarakat. Contohnya saja koruptor dan para pejabat di negeri ini yang rela memalsukan ijazah agar bisa menduduki jabatan tertentu. Apa sih yang nggak bisa dibeli di negeri ini? Jadi kalo sekadar urusan ijazah, siapa aja bisa. Tapi ilmu yang didapat dari sebuah proses belajar, itu yang mahal harganya dan tak bisa dibeli dengan uang. Inilah yang seharusnya kita perjuangkan untuk didapatkan dengan cara yang halal.
Belajar seorang muslim juga tidak melulu ilmu-ilmu dunia saja. Begitu sebaliknya, seorang muslim juga tidak hanya belajar tentang ilmu akhirat an sich. Keduanya harus seimbang agar kehidupan akhirat bisa diraih tanpa meninggalkan kehidupan dunia. Seorang muslim yang pintar ilmu fisika dan matematika, juga wajib bagi dirinya untuk belajar ilmu Islam. Bahkan, belajar dien ini hukumnya adalah fardhu ain bagi tiap-tiap muslim. Belajar ilmu dunia juga penting tapi hukumnya sebatas fardhu kifayah yang apabila ada muslim lain yang sudah mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban itu. Jadi, disini kita bisa menempatkan skala prioritas belajar kita pada tempat yang seharusnya. Jangan malah kebalik-balik ya.

Untuk orang tua
Anak adalah cermin diri orang tua. Kita tak ingin cermin dibelah karena buruk rupa orang yang bercermin. Maksudnya adalah menjadi apa dan siapa anak-anak kita kelak, itu tergantung apa yang ditanamkan dan diajarkan orang tua pada anak-anaknya. Biarlah mungkin kita dulu didogma tujuan belajar adalah agar mudah mencari kerja dan dapat gaji yang banyak. Tapi janganlah itu kita teruskan pada anak-anak yang akan menjadi penerus generasi ini. Kita putus lingkaran ini dan kita buat lingkaran baru dengan memahamkan pada anak bahwa tujuan belajar adalah semata-mata demi meraih ridho Allah. Betapa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan.
Kita tanamkan pada anak-anak kita agar mereka menjadi generasi sebagaimana para salafus salih terdahulu. Mereka cerdas dalam ilmu dunia semisal matematika, fisika, kimia, bahasa asing dan lain sebagainya. Tapi pada saat yang sama mereka juga ahli dalam ilmu fiqh, tafsir, hadits dan hafidz al-Quran. Dunia dan akhirat seimbang. Jangan sampai anak-anak kita pintar fisika dan matematika tapi sholatnya malas. Boro-boro hafidz al-Quran, baca al-Quran-nya saja tak bisa. Naudzhubillah. Jangan pula anak-anak kita menjadi anak-anak yang seolah-olah rajin sholat tapi ternyata akhlaknya bejat.
Kita tanamkan pada diri anak-anak bahwa bekerja itu tidak harus berada di kantor. Tidak pula harus menjadi PNS sehingga menghalalkan segala cara dengan menyuap agar bisa diterima. Belajar adalah benar-benar mempelajari apa yang dibutuhkan oleh kehidupan. Ajari anak kita untuk survive dalam kondisi apa pun. Krisis moneter, pemecatan massal, ambruknya ekonomi dunia karena sistem kapitalis, itu semua tak akan merisaukan dirinya. Bekal keimanan yang kuat cukup sudah sebagai modal untuk bisa berdiri tangguh menantang zaman.

Finally…
Belajar itu ternyata tak semenakutkan seperti yang kamu bayangkan. Mulai sekarang luruskan niat kamu, tujuan kamu dan pehamaman kamu tentang makna belajar. Nggak ada yang melarang kamu untuk fesbuk-an, sms-an, nyetel musik, atau hal-hal mubah lainnya sakadar untuk refreshing. Tapi kamu kudu tahu diri dong dan bertanggung jawab terhadap diri kamu sendiri. Kamu kudu tahu kapan harus belajar, kapan harus fesbuk-an dan kapan harus istirahat.
Yakin deh, itu semua demi kebaikan kamu kok. Nggak usah menunggu diperintah ortu bila waktu belajar tiba. Bahkan belajar itu juga nggak harus menunggu waktu-waktu tertentu. Kamu aja sms-an juga nggak menunggu jam-jam tertentu kan? Bila untuk sms-an aja bisa, maka untuk belajar so pasti lebih bisa. Sms-an yang nggak akan keluar ulangan aja kamu bela-belain apalagi belajar yang pastinya bikin kamu lebih pintar dan bijak, maka harus lebih dibela-belain.
Skala prioritas belajar kamu juga sudah tahu dong. Belajar ilmu dien (agama) itu fardhu ain. Belajar ilmu selainnya atau ilmu-ilmu dunia itu juga penting tapi fardhu kifayah. Jangan sampai bingung ya. Mulai sekarang, sejak habis baca artikel ini, harus ada perubahan yang berarti dalam pola belajar kamu. Punyai tanggung jawab bahwa belajar ini adalah untuk dirimu sendiri (dan kalo udah bisa sebarkan lagi ke yang lain) demi meraih ridho Allah. Insya Allah, dunia akhirat kamu bakal cerah bila ini semua kamu lakoni dengan kesadaran penuh sebagai seorang muslim. Kerjaan dan gaji? Nggak usah khawatir, rezeki kamu nggak bakal diambil orang kok. Belajar aja yang rajin, ilmu dien dan selainnya. Selebihnya, yakini bahwa Allah Mahamengatur rizki. Siap ya?

Penerus Agama dan Bangsa

Sobat muda muslim, umur kamu sekarang berapa? Sudah baligh belum? Hehehe… pertanyaannya aneh ya? Apakah kamu tahu arti baligh? Waduh, kalo belum tahu atau lupa, perlu belajar lagi deh ya. Hmm.. intinya, baligh itu adalah kondisi di mana kamu udah masuk ke fase dewasa, dan meninggalkan fase anak-anak. Tandanya ya kalo cowok udah ihtilam (mimpi ‘indah’ sambil keluar sperma) dan kalo cewek udah haidh. Itu tanda baligh. Konsekuensinya adalah kamu jadi terbebani hukum alias mukallaf (beda lho ama mualaf, awas jangan sampe ketuker). Maksudnya apa sih? Gini, kalo kamu udah baligh, berarti kalo berbuat maksiat bakalan dicatet, begitu pula kalo berbuat baik akan jadi pahala. Waktu masih anak-anak mah nggak dicatet amal-amalmu. Paham ya?
Belum? Waduh, gini kamsudnya, eh, maksudnya: kalo kamu ketika udah baligh berbohong ya dicatat sebagai dosa, kamu membuka aurat saat keluar rumah, dicatet dosa, kamu berzina apalagi, itu termasuk dosa besar, ya dicatet juga. Ngeri! Sebaliknya, kalo berbuat amal shalih dan ikhlas dilakukan insya Allah dicatet sebagai perbuatan yang bakal nambah pahalamu. Insya Allah.
Nah, ketika baligh apa yang kamu lakukan? Kalau aku waktu baligh, mulai berhati-hati saat keluar rumah, berpakaian sesuai syariat Islam, dan sudah tidak lagi berteman dengan lawan jenis. Maklum, waktu itu temanku kebanyakan laki-laki, biasanya main layang-layang ke sawah, main kelereng di lapangan, main petasan dll. *jadi nostalgila, eh nostalgia deh…
Akan kuceritakan sebab aku seperti itu, tapi singkat aja ya. Aku tidak tahu siapa yang salah, aku sendiri atau orang tuaku atau keluargaku. Ayahku nggak tahu ke mana, ibuku banting tulang mencari nafkah buat aku dan adikku. Ibuku pulangnya sore, jadi nggak tahu aku kesehariannya gimana.
Suatu hari, aku harus menerima kenyataan orang tuaku meninggal dunia, sebelum aku baligh. Jadilah aku yang tidak ada mengarahkan, tidak ada yang mengajarkan agama. Masih jelas terlihat sebagai status orang awam. Aku tinggal dengan nenekku. Ada saudara, tapi mereka mendiamkan aku seperti itu. Entah mereka tidak tahu dalam Islam itu bagaimana, atau mereka nggak peduli. Semoga saja tidak. Aku yakinnya sih, mereka tidak tahu cara mendidik anak.
Ketika masuk SMP, aku tertarik ikut ekstrakurikuler rohis. Alasannya cuma satu, aku kagum sama guru agamaku yang nasihatnya mampu masuk ke dalam hatiku. Lebay ya… hehehe.. dan kebetulan guru agamaku itu pembina rohis. Nah dari situ aku tahu sebagian tentang pergaulan lawan jenis, cara berpakaian, dan pokoknya mencakup semuanya ketika sudah baligh.

Peduli sekitar yuk!
Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, sebagai seorang remaja kita mempunyai andil yang sangat besar bagi perubahan lingkungan. Biasanya yang mampu mengubah dan membawa temannya ke arah yang baik atau bahkan ke arah yang buruk.
Saat teman ada yang bermaksiat, seperti menjaili temannya, mencuri, waktunya sholat jumat malah main game online, atau yang ceweknya malah bergelayutan di tangan lelaki dll, siapa lagi yang menyadarkan mereka selain kita yang udah tahu? Iya kan?
Bener. Yakin deh kalau orang tuanya yang menasihati pasti nggak akan mau dengar, soalnya berbeda karakter. Biasanya kan orang tua cara menyampaikan “petuahnya” nggak bisa berbicara seperti ke teman. Biasanya juga susah memahami kita. Pengennya menang aja. Maaf nih buat para orang tua bukan bermaksud menyalahkan (hehehe…). Tapi kalau kita yang menasihatinya kemungkinan besar mau dengar, soalnya kita satu karakter dan bisa memahami. Iya nggak sih? Silakan dicoba aja dah! Bener lho, langsung praktek!
Oya, tentunya untuk bisa mengarahkan teman kita yang seperti itu, kita harus punya ilmu. Agar bisa menasihatinya sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Hadits.
Sobat muda muslim, saat aku browsing mencari bahan tulisan ini aku menemukan tips untuk remaja seperti kita untuk berdakwah di lingkungannya. Tips ini menurutku bagus lho. Sayangnya aku lupa tidak meng-copy sumbernya. Tapi ada yang aku ubah sedikit. Semoga aja yang nulis nggak marah. *ngarep dot kom hehehe…
Sip, aku beberkan tipsnya dengan beberapa poin yang udah dimodifikasi biar tambah asik dari aslinya ya:
Pertama, niat. Yes! Awali dengan niat karena Allah semata. Jangan sampai ada niat untuk sombong dan merasa benar sendiri. Jangan sampai ada kesan menggurui dan menganggap bodoh teman yang sedang kita dakwahi. Petunjuk itu dari Allah. Lakukan upaya maksimal dalam menyadarkan teman dan jangan lupa berdoa untuknya agar segera kembali ke jalan yang benar. Sungguh, tidak ada yang mampu memberi jalan bila sudah disesatkan oleh Allah Swt dan tak ada yang mampu menyesatkan bila sudah diberi petunjukNya. Jadi jangan lupa berdoa ya.
Kedua, lakukan apa yang kamu katakan. Ngomong gampang, tapi melakukannya itu yang butuh upaya lebih. Kalo kita cuma bisa ngomong tanpa melakukan apa yang kita omongkan, maka orang lain terutama teman-teman kita tak akan percaya pada kita lagi. Misal nih, kita bilang sholat wajib, tapi ketika adzan dikumandangkan kita masih asyik aja facebook-an. Bahaya!
Ketiga, gunakan al-Quran dan hadits. Dalam berdakwah, gunakan al-Quran dan hadits sebagai acuan, bukan kata si A dan si B atau bahkan kata nenek moyang. Banyaklah baca buku-buku keislaman dan pahamilah wawasan keislaman itu sendiri. Jangan sampai kita menyampaikan sesuatu yang kita tidak punya ilmu tentangnya.Jadikan sirah (sejarah) Rasulullah saw. dalam berdakwah sebagai panduan kita ketika berdakwah di lingkungan teman-temanmu.
Keempat, berbicaralah pada orang lain seakan-akan baru mengenalnya. Maksud dari poin ini adalah jangan berusaha sok tahu tentang seseorang hanya dengan melihatnya sekilas saja. Berbicaralah dengan ramah dan penuh perhatian sehingga orang yang akan didakwahi merasa nyaman dan kemudian percaya. Jangan terkecoh dengan penampilan. Misalnya salah seorang teman kita yang tak pernah sholat Jumat. Kenalilah dirinya lebih jauh dan jangan langsung berprasangka buruk. Ada banyak laki-laki yang tidak sholat Jumat karena keluarganya tidak pernah mengajarinya dan ia pun tidak tahu hukumnya. Jadi, tugas kita nih untuk mendekati orang-orang semacam ini untuk memberikan pencerahan bagi kehidupannya sebagai seorang muslim yang baik.
Kelima, murah senyum. Jika kita ingin orang lain dekat dan menerima dakwah kita maka usahakan kita bersikap ramah pada mereka. Tersenyum adalah salah satu kunci dari keramahan ini. Yang patut diingat adalah tersenyum di sini konteksnya adalah ramah secara umum dan tidak bermaksud tebar pesona pada lawan jenis. Bagaimana pun Islam mempunyai aturan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Pastikan jangan pake atas nama dakwah untuk berdua-duaan dengan lawan jenis. Bahaya! Nah, agar tidak timbul fitnah, usahakan berdakwah fokus pada sesama jenis. Cowok yang berdakwah ke kalangan cowok. Begitu juga cewek dakwahnya juga ke lingkungan cewek saja.
Keenam, bersikap aktif dan berbaur. Langkah awal bagi keberhasilan dakwah adalah bersikap aktif dan berbaur dengan objek dakwah. Sering-sering ngobrol dengan mereka yang ingin kita dakwahi. Jadikan mereka percaya bahwa kamu adalah tempat yang asyik untuk curhat, berbagi cerita baik suka maupun duka. Mengerjakan PR bareng, menenangkan di kala mereka gundah, atau sekadar menjadi teman yang baik ketika mereka butuh curhat dan diskusi. Namun ingat, yang utama kita harus bisa menjaga rahasia karena mereka sudah percaya pada kita. Tapi bila keadaan berubah menjadi serius dan berbahaya, misalnya saja ada yang berniat bunuh diri karena frustasi menghadapi masalahnya, maka jangan segan-segan menghubungi orang yang lebih dewasa untuk menyikapi masalah ini.
Ketujuh, tekankan sholat wajib 5 kali sehari sebelum kewajiban lainnya. Hubungan dengan Allah secara pribadi itu ada pada kewajiban sholat 5 waktu. Jangan memberikan banyak materi lain lebih dulu sebelum kesadaran untuk sholat wajib 5 waktu bisa terlaksana dengan baik. Tekankah bahwa dengan sholat saja hubungan dengan Allah terjalin secara langsung tanpa perantara. Hanya Allah Ta’ala saja tempat bersandar jika manusia menghadapi masalah. Sholat adalah saat yang tepat untuk meminta pertolonganNya. Jika mungkin, usahakan untuk sholat berjamaah ketika kamu sedang ngobrol santai dengan mereka. Ketika sholat ini sudah dijalankan dengan konsisten, maka hal-hal lain akan lebih mudah untuk diingatkan misalnya saja tidak boleh memaki, patuh pada orang tua dan cara berpakain yang menutup aurat sesuai dengan syariat Islam.
Kedelapan, jangan pergi ketika mereka sedang down. Ingat, ketika seseorang sudah mulai mau menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan teratur, tidak berarti urusan sudah selesai. Akan ada ujian dan cobaan dalam hidup yang kadang bisa membuat futur/down atau lemah iman seseorang. Ada kalanya mereka mempertanyakan lagi keadilan Allah Swt akan jalan hidup sulit yang mereka tempuh. Jangan putus asa apalagi tega meninggalkan mereka. Dampingilah mereka untuk kembali menemukan jati diri keislaman mereka.
Nah itu tadi beberapa tipsnya, menarik bukan? Oke deh Bro en Sis, kamu bisa menjadi remaja yang mampu membawa teman-temannya sadar dan mengenal Islam. Sudah saatnya remaja peduli bahwa siapa lagi yang akan memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat kalau bukan kita semua? Makanya jangan malas ya untuk belajar Islam. Yuk kita sama-sama memperbaiki teman-teman kita agar kembali pada Islam secara kaaffah alias total alias nggak pilih-pilih ngelaksanain jenis syariat Islam. Tetapi laksanakan semua, baik kamu sukai atau tidak kamu sukai. Sebab, melaksanakan syariat Islam itu perintah Allah Ta’ala. Maka, rendahkan egomu dan singkirkan hawa nafsumu. Biar mantap, barengi dengan ngaji dan belajar Islam lalu dakwahkan. 

RENUNGAN ISLAMI © 2008 Template by:
SkinCorner